Menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban
bagi setiap muslim dan muslimah. Sebagaimana hal ini kita ketahui menjadi pesan
langsung dari Rasulullah Saw. kepada setiap umatnya, yang tujuannya tidak lain ialah
agar umat Rasulullah menjadi orang-orang yang cerdas pemikirannya, kuat pemahamannya
dan luas dalam memandang kehidupan yang sedang dijalaninya. Tanpa ilmu maka
kehidupan seorang muslim akan terasa begitu sempit dan begitu rumit.
Kewajiban
tersebut seharusnya menjadi alasan kuat untuk kita agar senantiasa bersemangat
dalam menuntut ilmu, bersungguh-sungguh dan bekerja keras untuk bisa
memperolehnya. Memiliki motivasi yang kuat harus menjadi kebutuhan dasar atau
bahkan karakter yang menjadi ciri khas bagi para penuntut ilmu dimanapun ia
berada. Ada sebuah kisah menarik terkait hal ini yang mana di dalamnya tersimpan beberapa ibroh atau pelajaran. Suatu hari Harun Ar-Rasyid, seorang
khalifah terkenal dalam sejarah Islam meminta Imam Malik untuk bisa datang ke
istananya, harapannya agar anak-anak yang ada di istananya bisa memperoleh
pelajaran kitab hadits terkenal Al-Muwaththo’
langsung dari pengarangnya, yaitu Imam Malik sendiri. Namun ternyata Imam Malik
menolaknya, seraya berkata, “Semoga Allah
menjayakan Amirul Mukminin. Ilmu itu datang dari kalangan kalian (kalangan
keluarga Nabi). Jika kalian memuliakan ilmu, maka ia menjadi mulia. Jika kalian
merendahkannya, maka ia menjadi hina. Ilmu itu harus didatangi, bukan
mendatangi.”
Setelah mendengarkan pernyataan itu Sang
khalifah langsung menyuruh anak-anaknya untuk datang langsung ke masjid dimana
biasanya Imam Malik mengajarkan rakyat, hingga kemudian Imam Malik berkata, “Tak apa, silahkanlah datang tapi jangan
sampai kalian melangkahi bahu jama’ah, duduklah di posisi dimana saja yang
lapang bagimu.”
Kisah ini sejatinya telah terjadi jauh ribuan tahun yang
lalu dari saat ini kita hidup, kejadian yang didalamnya terdapat pelajaran bagi
para penuntut ilmu, ada kaidah-kaidah penting yang perlu dipahami oleh setiap
mereka yang berkeinginan untuk mendapatkan ilmu. Betapa mulia perkataan Imam
Malik, “Ilmu itu didatangi, bukan
mendatangi!” mampu menyadarkan kita bahwa seorang penuntut ilmu haruslah
bangkit dan bergegas untuk menuju tempat dimana ilmu itu berada, ilmu itu
teramat mulia, teramat mulia sehingga tidak pantas baginya untuk datang
menghampiri kita sebagai penuntut ilmu, sedangkan kita hanya duduk-duduk manis didalam
rumah menunggu ilmu itu datang kepada kita, tidak. Dia harus dijemput, didatangi
dan dimuliakan. Seorang penuntut ilmu, tidak selayaknya bersantai-santai di dalam
rumah, ia harus keluar, bergegas, penuh semangat, dan tegas ketika melangkahkan
kakinya menapaki setiap jalan-jalan yang mengantarnya kepada ilmu. Seorang
penuntut ilmu harus menempuh jalan yang panjang, siap menghadapi setiap
rintangan yang akan menghadangnya selama di perjalanan, ia harus merasakan teriknya
matahari, padatnya manusia, basahnya peluh, dan bisingnya kehidupan. Penuntut
ilmu memang harus berlelah untuk mendapatkan sesuatu yang berharga, sesuatu yang
sangat mulia yaitu ilmu, yang mampu menjadi pelita bagi kehidupannya. Dan ini semua tidak dapat dilalui tanpa
motivasi yang kuat dan semangat yang menyala-nyala.
Disamping
itu, ada lagi kaidah yang bisa kita dapatkan dan kemudian kita amalkan dari
kisah diatas. Suatu kaidah yang dengannya mampu menjaga semangat seorang
penuntut ilmu agar tetap konstan atau bahkan bertambah hingga mampu melejitkan
potensi yang ada dalam dirinya. Dengan penuh kerendahan Imam Malik berkata, “Tak apa, silahkanlah datang tapi jangan
sampai kalian melangkahi bahu jama’ah, duduklah di posisi dimana saja yang
lapang bagimu.” Perkataan yang penuh bijaksana, dan mampu menguraikan
hikmah yang begitu bermanfaat. Disini kita dapati sebuah pesan dari Imam Malik
kepada para penuntut ilmu, agar ia senantisasa menjaga hatinya, tidak merasa tinggi dalam melihat dirinya,
seorang penuntut ilmu harus bersikap tawadhu’
merendahkan hatinya agar ia mampu memperoleh kebermanfaatan dari mutiara ilmu.
Tidak boleh membiarkan sifat sombong menjangkiti hatinya, sifat yang mampu
mematikan api semangat belajarnya. Sudah merasa tinggi dan merasa cukup, sehingga ada
perlambatan atau bahkan perhentian yang terjadi dalam dirinya dalam proses
menuntut ilmu. Na’udzubillahi min dzalik
!
Ma'an Najah fil Imtihan...