Minggu, 28 April 2013

Menjemput Ilmu: Mutiara Kemuliaan

Menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Sebagaimana hal ini kita ketahui menjadi pesan langsung dari Rasulullah Saw. kepada setiap umatnya, yang tujuannya tidak lain ialah agar umat Rasulullah menjadi orang-orang yang cerdas pemikirannya, kuat pemahamannya dan luas dalam memandang kehidupan yang sedang dijalaninya. Tanpa ilmu maka kehidupan seorang muslim akan terasa begitu sempit dan begitu rumit.

Kewajiban tersebut seharusnya menjadi alasan kuat untuk kita agar senantiasa bersemangat dalam menuntut ilmu, bersungguh-sungguh dan bekerja keras untuk bisa memperolehnya. Memiliki motivasi yang kuat harus menjadi kebutuhan dasar atau bahkan karakter yang menjadi ciri khas bagi para penuntut ilmu dimanapun ia berada. Ada sebuah kisah menarik terkait hal ini yang mana di dalamnya tersimpan beberapa ibroh atau pelajaran. Suatu hari Harun Ar-Rasyid, seorang khalifah terkenal dalam sejarah Islam meminta Imam Malik untuk bisa datang ke istananya, harapannya agar anak-anak yang ada di istananya bisa memperoleh pelajaran kitab hadits terkenal Al-Muwaththo’ langsung dari pengarangnya, yaitu Imam Malik sendiri. Namun ternyata Imam Malik menolaknya, seraya berkata, “Semoga Allah menjayakan Amirul Mukminin. Ilmu itu datang dari kalangan kalian (kalangan keluarga Nabi). Jika kalian memuliakan ilmu, maka ia menjadi mulia. Jika kalian merendahkannya, maka ia menjadi hina. Ilmu itu harus didatangi, bukan mendatangi.”

Setelah mendengarkan pernyataan itu Sang khalifah langsung menyuruh anak-anaknya untuk datang langsung ke masjid dimana biasanya Imam Malik mengajarkan rakyat, hingga kemudian Imam Malik berkata, “Tak apa, silahkanlah datang tapi jangan sampai kalian melangkahi bahu jama’ah, duduklah di posisi dimana saja yang lapang bagimu.”

Kisah ini sejatinya telah terjadi jauh ribuan tahun yang lalu dari saat ini kita hidup, kejadian yang didalamnya terdapat pelajaran bagi para penuntut ilmu, ada kaidah-kaidah penting yang perlu dipahami oleh setiap mereka yang berkeinginan untuk mendapatkan ilmu. Betapa mulia perkataan Imam Malik, “Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi!” mampu menyadarkan kita bahwa seorang penuntut ilmu haruslah bangkit dan bergegas untuk menuju tempat dimana ilmu itu berada, ilmu itu teramat mulia, teramat mulia sehingga tidak pantas baginya untuk datang menghampiri kita sebagai penuntut ilmu, sedangkan kita hanya duduk-duduk manis didalam rumah menunggu ilmu itu datang kepada kita, tidak. Dia harus dijemput, didatangi dan dimuliakan. Seorang penuntut ilmu, tidak selayaknya bersantai-santai di dalam rumah, ia harus keluar, bergegas, penuh semangat, dan tegas ketika melangkahkan kakinya menapaki setiap jalan-jalan yang mengantarnya kepada ilmu. Seorang penuntut ilmu harus menempuh jalan yang panjang, siap menghadapi setiap rintangan yang akan menghadangnya selama di perjalanan, ia harus merasakan teriknya matahari, padatnya manusia, basahnya peluh, dan bisingnya kehidupan. Penuntut ilmu memang harus berlelah untuk mendapatkan sesuatu yang berharga, sesuatu yang sangat mulia yaitu ilmu, yang mampu menjadi pelita bagi kehidupannya.  Dan ini semua tidak dapat dilalui tanpa motivasi yang kuat dan semangat yang menyala-nyala.

Disamping itu, ada lagi kaidah yang bisa kita dapatkan dan kemudian kita amalkan dari kisah diatas. Suatu kaidah yang dengannya mampu menjaga semangat seorang penuntut ilmu agar tetap konstan atau bahkan bertambah hingga mampu melejitkan potensi yang ada dalam dirinya. Dengan penuh kerendahan Imam Malik berkata, “Tak apa, silahkanlah datang tapi jangan sampai kalian melangkahi bahu jama’ah, duduklah di posisi dimana saja yang lapang bagimu.” Perkataan yang penuh bijaksana, dan mampu menguraikan hikmah yang begitu bermanfaat. Disini kita dapati sebuah pesan dari Imam Malik kepada para penuntut ilmu, agar ia senantisasa menjaga hatinya, tidak merasa tinggi dalam melihat dirinya, seorang penuntut ilmu harus bersikap tawadhu’ merendahkan hatinya agar ia mampu memperoleh kebermanfaatan dari mutiara ilmu. Tidak boleh membiarkan sifat sombong menjangkiti hatinya, sifat yang mampu mematikan api semangat belajarnya. Sudah merasa tinggi dan merasa cukup, sehingga ada perlambatan atau bahkan perhentian yang terjadi dalam dirinya dalam proses menuntut ilmu. Na’udzubillahi min dzalik !


Allahul musta’an. Kita sama-sama berdoa, semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam menuntut ilmu-Nya, Aamiin.

Ma'an Najah fil Imtihan...



Kamis, 18 April 2013

Ittaqillah – Pesan Bagimu Kader MT

              Ikhwah fillah, tahapan dakwah dimana kita berpijak bersama-sama hingga saat ini adalah tahapan yang sangat sulit, penuh dengan tantangan dan tekanan hegemoni hedonis yang menjadikan kesenangan dan kenikmatan materi menjadi tujuan utama dalam hidup ini. Kita berada di kondisi akhir zaman dimana nilai-nilai akhlak yang luhur berserakan, etika kemanusiaan diabaikan, kebenaran semakin diburamkan dan kemungkaran dibenarkan secara terang-terangan. Kita berada pada masa dimana penyakit wahan, cinta akan dunia dan takut mati semakin mendarah daging. Itu semua terjadi tatkala kita disini tertatih-tatih menjalankan peran kita sebagai aktivis dakwah kampus, memainkan peran ganda sebagai pelajar dan pelayan umat. Itu semua terjadi tatkala kita masih berupaya untuk bisa menjadi saudara yang mengerti tafahum memahami kebutuhan saudara seiman. Itu semua terjadi tatkala kita masih membolak-balik lembar konsep hubungan yang lurus pemimpin dengan yang dipimpin. Itu semua terjadi tatkala disini kita masih belajar mengeja untuk kemudian membaca sistem dakwah yang kiranya pantas diterapkan. Itu semua terjadi ketika amanah dakwah yang semakin berat saja menguji kejujuran dan ketulusan iman para kader-kader dakwah.       


Ikhwah Fillah, entah apa yang bisa dilakukan. Tidak tahu solusi macam apa yang bisa ditawarkan. Yang jelas ada satu pesan yang ingin saya sampaikan sebagaimana pesan ini pun pernah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam setiap mengutus seorang delegasi yang akan membuka suatu daerah, berdakwah menyeru manusia kepada Islam di dalamnya. Pesan mulia inilah yang tertanam kuat didalam hati-hati utusan Rasullah ini sehingga dakwah mereka diterima dan pada akhirnya Islam berhasil mengorbit hingga di 2/3 dunia. Sebuah pesan yang merupakan bekal awal bagi para penyeru dakwah yang akan menemaninya di dalam perjalanan dakwah yang sangat panjang, terjal dan penuh liku ujian. Sebuah pesan yang mampu meneguhkan setiap langkah mereka, berhasil mencapai istiqomah hingga berakhir dengan husnul khotimah.

Ittaqillah !
     
Bertakwalah kepada Allah.

وَ مَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً وَ يَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ
        “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya dan memberi rezeki kepadanya dari arah yang tidak dia sangka-sangka.” (Q.S.  ath-Thalaq: 2-3)


 وَ مَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً
        “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan kemudahan dalam urusannya.” (Q.s. ath-Thalaq: 4)


وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
            “Dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarimu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.s. al-Baqarah: 282)


Ittaqillaha haytsuma kunta !
Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada !

Ilmu Untuk Amal dan Dakwah

Bergabung dan turut dalam barisan dakwah adalah suatu kenikmatan tiada tara yang Allah anugerahkan kepada siapa-siapa yang dikehendaki-Nya. Dakwah mampu membuat mereka merasakan istildzadz ath-Tha’ah, nikmatnya ibadah dalam bingkai ketaatan kepada Allah, penuh harap kekuatan dari langit untuk meneguhkan pijakkannya dalam berdakwah di bumi Allah. Dengannya mereka merasakan istildzadz al-Masyaqat, nikmatnya kepayahan dan keletihan dalam berdakwah, memperjuangkan kalimat Allah agar tetap tinggi dan membahana di seantero bumi pertiwi. Manisnya iman akan mereka rasakan dengan kuat seiring dengan itu kesusahan, kesulitan, kebimbangan, kecemasan, ketakutan pun turut mereka rasakan dalam berjuang mengembalikan peradaban yang dirindukan.

Perjalanan dakwah ini begitu panjang, penuh perjuangan dan menuntut pengorbanan, karena balasan yang diperoleh pun bukan sesuatu yang sembarangan. Menjalaninya dengan ilmu adalah sebuah keharusan bagi mereka yang mengazamkan diri untuk berjuang disini. Seorang aktivitis dakwah harus menyadari bahwa hakikat dakwah ini adalah pertempuran antara haq dengan kebathilan, untuk itu perlu adanya bagi aktivis dakwah untuk memahami arti dan hakikat dari kata haq yang diperjuangkan dan mengetahui standar-standarnya menurut pandangan Islam yang pasti benar dan tidak bertentangan dengan sunatullah alam semesta. Mempelajari dan membaca al-Qur’an beserta tafsirnya, hadits beserta dengan syarahnya, keduanyalah sumber ilmu penuntun dakwah. Bersemangat pula dalam menuntut ilmu yang menjadi bidangnya saat ini, ilmu apapun yang sejatinya itu bisa menjadi sarana demi terealisasinya kemenangan haq tersebut. Belajar dan terus belajar serta bersungguh-sungguh didalamya haruslah menjadi ciri utama aktivis dakwah, tidak ada tawar-menawar. Dalam hal ini taujih bijak dari As-sayyid Hasan al-Banna menjelaskan bahwa seorang muslim wajib baginya memahami agama ini dengan baik disamping juga menguasai suatu bidang ilmu yang digelutinya, sampai tahap profesional didalamnya. Luar biasa, memang begitulah seharusnya. Bidang ilmu apapun yang sedang dipelajarinya saat ini haruslah bersungguh-sungguh untuk bisa memahami dan menguasainya dengan baik hingga kelak kemudian, ukirlah ilmu-ilmu tersebut diatas kanvas dakwah dan padukan bersama untuk menciptakan karya peradaban yang rabani.


                       Ambillah sebongkah mutiara ilmu, kemudian amalkan dan dakwahkan !

Membangun Generasi Rabbani

Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, wash shollatu was salamu ‘alaa Rasulillah, amma ba’du.

Generasi Rabbani adalah sebaik-baik generasi yang pernah tercipta di muka bumi ini. Ia adalah sebuah generasi yang menjadikan al-Qur’an dan as-Sunah sebagai sebenar-benarnya asas hidup yang mana dari kedua asas inilah berhasil tercetak umaro atau pemimpin-pemimpin yang amanah terhadap tanggung jawab yang dimiliki, berkomitmen tinggi terhadap kebenaran, menjunjung tinggi hakikat keadilan, tidak terbutakan dengan kemilau nikmat dunia, dan lebih memilih menjadikan bahagia, sejahtera dan kesenangan berada di tengah-tengah umat dibanding menjadi konsumsi ego pribadi. Dari kedua asas inilah tercetak ulama-ulama yang begitu khidmat terhadap Islam, tunduk terhadap kebenaran,  khusyu’ meghias diri dengan ilmu, begitu sayang dan cinta terhadap kaum muslimin sehihingga tidak ada yang dihendaki bagi dirinya sesuatupun kecuali dirinya mampu menjadi pribadi yang bisa membawa manfaat bagi agama ini dan segenap kaum muslimin pada masanya. 

Ya, mereka semua menjadi pribadi-pribadi yang indah membawakan wibawa, santun menyatakan kebenaran, tawadhu’ didalam kemuliaan sehingga sosoknya menjadi figur-figur yang pantas dan layak untuk disoroti dan diteladani hingga akhir zaman. Wallahi, inilah sebaik-baik generasi yang berhasil menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang madani dibawah satu kepemimpinan berjiwakan kebenaran yang hakiki, masyarakat yang penuh dalam keteraturan, saling bahu-membahu membangun kebenaran, mengikat erat persaudaraan dan mengikis semua permusuhan, sabar dalam ketaatan dan tegas ditengah kemungkaran. Inilah masyarakat dimana orang tua begitu menyayangi dan melindungi kaum muda dan mereka kaum muda begitu santun dan menghormati yang tua. Masyarakat dimana kesenangan dan kesejahteraan kolektif berada diatas segala-galanya, hingga menghancurkan sikap acuh dan fanatik terhadap ego pribadi. Masyarakat dimana nilai-nilai keimanan begitu menghunjam kuat ke dalam sanubari jiwa, hingga terwujud akhlak mulia nan tinggi menjulang ke angkasa mayapada. Masyarakat yang begitu menyenangkan dan merindukan. Dua asas inilah yang telah terbukti mampu dan berhasil menciptakan dan mendirikan sebuah peradaban rabani hingga 13 abad lamanya, sebuah peradaban yang agung sepanjang sejarah kehidupan umat manusia sejak lahirnya insan termulia Muhammad Shallallahu ‘alaihi was salam hingga saat ini.
“Telah aku tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang keduanya, (yaitu) Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya.”

 (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Imam Malik, al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam at-Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis sunnah, hlm. 12-13)

Sejarah manusia telah memberi kesaksian muttawatir bahwa pernah ada pada suatu masa tercipta sebuah peradaban yang sangat agung dan tinggi akan nilai-nilai luhur dimana kebenaran terpelihara dengan sangat baik, keadilan ditampakkan secara bijak. Sebuah peradaban yang dirindukan, yang telah membenarkan apa yang menjadi janji baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam dalam hadits ini bahwa hidayah kemuliaan akan menyertai generasi-generasi pengusung sumber syari’at yang mulia.

MasyaAllah.

Syari’at ini terlalu mulia, semakin nyata kemuliaan dan kebesarannya bersamaan dengan terwujudnya janji-janji Rasulullah sepanjang fase sejarah manusia yang mampu meneguhkan keimanan dan mengokohkan pijakan bagi para penerus risalah yang dibawanya. Syari’at ini terlalu mulia, terlalu mulia hingga kemudian sangatlah merugi manusia yang tidak turut serta dalam estafet dakwah menjaga dan menghidupkan syari’at ini hingga akhir zaman, biidznillah

Mari Berfikir Kreatif


Berpikir adalah salah satu proses pengayaan terhadap otak manusia agar ia mampu berfungsi secara optimal. Sebagai mahasiswa, aktivitas berfikir sudah merupakan kebiasaan yang dijalaninya sehari-hari. Tidak hanya kebiasaan, bahkan aktivitas berfikirpun dengan banyak ragamnya seperti analytical thinking, creative thinking, system thinking, dsb sudah menjadi sebuah standar kompetensi yang harus dimiliki mahasiswa.


Islam mendidik kita untuk senantiasa mendayagunakan salah satu potensi terbesar dari diri manusia, yaitu akal. Betapa banyak kita dapati ayat-ayat dalam al-Qur’an yang mengajak kita untuk berfikir khususnya berfikir tentang penciptaan alam semesta ini untuk kemudian mengambil hikmah-hikmah dari setiap peristiwa yang terjadi. Afalaa tatafakkarun, perkataan ilahi yang merupakan ajakan bagi setiap manusia untuk mau berfikir tentang permasalahan yang terjadi disekitarnya.

Tak terkecuali kita sebagai ADK, berfikir merupakan tuntutan dakwah dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sosial yang sedang marak terjadi di tengah tubuh umat ini. Menanggapi fenomena-fenomena sekitar hingga kemudian melahirkan sebuah solusikonkret atau alternatif menjadi bukti kontribusi kita terhadap penyelesaian masalah-masalah umat. Pelik memang, menanggapi setiap masalah-masalah yang hadir yang kita sendiri tidak pernah tahu kapan ini semua akan berakhir, namun memang begitulah seharusnya.


Mencoba berfikir kreatif dalam menyelesaikan masalah menjadi salah satu solusi bagi kita ditengah kondisi yang sempit dan sarana yang serba terbatas. Berpikir kreatif dalam Islam setidaknya dipangkali oleh 2 hal yang lahir dari keyakinan orang-orang beriman, (1) Meyakini bahwa setiap masalah yang ada pasti disertai dengan kesanggupan untuk menyelesaikannya, Allah tidak mungkin memberikan beban kepada kita diluar kadar kemampuan kita, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (Q.s. al-Baqarah: 286). Ini adalah jaminan dariAllah Swt. Sebuah jaminan yang menurut ana mampu menghilangkan kegundahan dan meneguhkan keyakinan setiap ADK yang kerap kali mengalami kebuntuan terhadap suatu penyelesaian masalah. Ini adalah suatu jaminan besar bagi Allah bahwa tidak ada satupun masalah yang tidak sanggup kita selesaikan, dan dari ayat ini kita dapati pesan yang begitu agung bahwa tidak ada permasalahan yang tidak bisa terselesaikan, selama kita meyakininya dan mau berikhtiar untuk mendapatkannya.Try to thinking creatively !  

Selanjutnya ialah (2) mencoba melihat suatu permasalahan dengan pandangan yang terbuka, thinking out the box ! sehingga kitabisa melihat secara holistik atau menyeluruh terhadap suatu permasalahan yang tengah dihadapi sehingga kemudian bisa menentukan solusi tepat untuk penyelesaiannya. Cara berfikir seperti ini tentu harus didasari oleh keluasan pandangan yang dimiliki oleh seseorang yang mana hal ini tidak mungkin didapat kecuali melalui proses belajar, menuntut ilmu. Ilmu-ilmu inilah yang akan meluaskan cara pandang kita terhadap dunia, ilmu yang sejatinya hanyalah milik Allah, cahayaAllah yang diperuntukkan bagi mereka yang memiliki ketundukan hati terhadap kebesaran-Nya. Dengan ilmu ini diharapkan yaj’allahu-menjadi pembimbing bagi kita- dalam mencari sebuah penyelesaian yang -min haytsu laa yahtasibu- hadir dari arah yang tidak terduga. "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, Dia akan memberi jalan ke luar dan rezeki dari arah yang tak terduga." (Q.s. Ath-Tholaaq: 2-3).

Disini ana akan coba ketengahkan sebuah kisah yang semoga mampu menginspirasi kita semua dalam hal berfikir kreatif.


Kaum Muslimin tibadi Ma’in -bagian selatan negeri Syam- dan sudah siap dengan pasukan perangnya yang berjumlah 3000 personil. Betapa terkejutnya mereka ketika melihat dihadapan mereka terbentang segelar pasukan dalam jumlah besar. Kaisar Heraklius tidak main-main, pemimpin pasukan Romawi itu mengirim armada perang yang jumlahnya mencapai 200.000 personil. Ketidakseimbangan ini sedikit banyak mampu mempengaruhi mental pasukan kaum muslimin. Seseorang diantara mereka mengusulkan agar panglimaperang kaum muslimin membuat surat untuk dikirim ke Madinah, meminta Rasulullahmengirim personil tambahan untuk menghilangkan ketidakseimbangan itu. Namun dengan tegas Abdullah bin Rawahah menolak usulan tersebut, “Tidak! InsyaAlla hdengan keimanan yang melekat pada hati kita, maka kita akan mampu untuk mengalahkan mereka.” Maka dengan bermodalkan keyakinan yang mereka bawa, majulah 3000 pasukan kaum muslimin untuk menghadang 200.000 pasukan romawi.


Peperangan dahsyat tak terelakkan. Pertempuran yang tercatat dalam sejarah itu –Perang Mut’ah--akan menjadi saksi pernah terjadinya benturan antara dua kekuatan besar saat itu. Pasukan kaum muslimin bertarung memperjuangkan kemuliaan Islam, semua kekuatan dikerahkan hingga titik darah penghabisan. Hingga pengorbanan pun tak terhindarkan, panglima perang kaum muslimin satu persatu menjumpai syahidnya. Panglima pertama Zaid bin Haritsah harus lebih dulu merasakan tikaman pedang peperangan untuk mendapatkan syahidnya, disusul oleh Ja’far bin Abi Thalib dan kemudianAbdullah bin Rawahah. Ketiga panglima itu mendapatkan syahidnya persis seperti kabar Rasulullah Saw. sebelum keberangkatan mereka. Kaum muslimin kehilangan pemimpinnya, tidak adanya puncak komando membuat pergerakan kaum muslimin menjadi sangat berantakan dan tidak karuan. Kondisinya sedemikian kacau, hingga kemudian muncul  Khalid bin Walid mengambil alih fungsi kepimpinan yang sempat hilang.


Khalid bin Walid tampil sebagai pemimpin, dia menjadi pemimpin ditengah kekacauan yang menimpa tubuh pasukan perang kaum muslimin. Perang sudah berlangsung cukup lama, rasa letih dan goresan pesimisme sudah tampak di wajah-wajah pasukan kaum muslimin. Panasnya padang pasir sudah mampu membakar tubuh kaum muslimin yang sudah mulai lelah bertahan di tengah kondisi yang menghimpit. Kalaulah bukan karena iman,pastilah mereka sudah lari meninggalkan medan peperangan. Khalid menyadari bahwa kemenangan kaum muslimin tidak mungkin dapat tercapai kecuali dengan strategi. Dia memikirkan sebuah cara untuk bisa merubah keadaan, hingga kemudian dia mencoba merombak komposisi barisan yang ada di tengah pasukan kaum muslimin. Khalid merubah posisi pasukan yang berada di sayap kiri menjadi berada di sebelah kanan, begitupun sebaliknya. Pasukan garda depan dirubah dengan pasukan-pasukan selain mereka, dan pasukan-pasukan belakangpun dirubah lalu dipecah hingga menjadi kelompok-kelompok pasukan kecil yang bergerak dalam satu kesatuan. Ini adalah strategi perang yang sangat jitu, pasukan kaum muslimin tampil dihadapan musuh dengan wajah baru. Hentakan kaki barisan infanteri dan kavaleri barisan belakang mampu membuat kepulan debu yang membumbung tingga hingga ke angkasa seakan-akan mereka baru saja mendapatkan pasukan tambahan,dan semua ini mampu mengecoh lawan. Mental lawan pun jatuh, kaum muslimin dengan semangat keimanan dan kreatifitas yang gemilang mampu mengubah kondisi yang ada. Hingga akhirnya kaum muslimin mampu memukul balik pasukan romawi.


Ikhwati Fillah, kita banyak mendapatkan pelajaran dari kisah ini. Kita dapati disini bahwa keyakinan akan adanya jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi membawa pengaruh besar dalam memperoleh sebuah kemenangan berupa kegigihan upaya untuk mencari solusi terbaik bagi masalah-masalah yang dihadapi. Didasari dengan keyakinan dan ikhtiar maka kita akan tetap melangkah maju, bukan sebaliknya.

   

Wallahi, Islam tidak mendidik kita untuk meratapi dan menyesali kondisi yang kita miliki, tetapi Islam mengajarkan kitauntuk bisa menghadapi setiap kenyataan yang ada. Apapun yang kita miliki saat ini itulah kenyataannya yang harus kita terima dan kita yakini bahwa
“Apapun masalah yang kita dapati hari ini pastilah bisa kita temukan solusinya bersama-sama hingga esok kita akan maju melangkah kedepan bersama-sama. Yakinlah !"
Wallahu ‘alam bish showab.

(Tulisan ini terinspirasi dari buku “Prophetic Learning, ‘Menjadi Cerdas dengan Jalan Kenabian’”)


Semoga bermanfaat, mohon maaf atas segala kekurangan.



Menjadi Seorang Murabbi

HIKMAH dan PELAJARAN BERHARGA yang didapat selama belajar menjadi seorang MURABBI:

1. Jangan terlalu CEPAT-CEPAT ingin merasakan manisnya buah mendidik, semua butuh proses tidak semua orang bisa menerima perubahan secara langsung dalam hidupnya.

2. Bukanalah sistem PAKSAAN yang diterapkan dalam mendidik, melainkan bagaimana MEMOTIVASI anak didik agar mencintai APA yang sedang kita didik.

3. Status "MURABBI" yang bersandang pada diri ini janganlah membuat diri ini MERASA PALING BENARdalam segala hal, sampai-sampai merasa gengsi untuk mengakui setiap kesalahan yang ada.

4. Seiring dengan munculnya perubahan perubahan kecil pada diri anak didik, semakin mempertebal keyakinan ini bahwa "Sesungguhnya setelah kesusahan itu pasti akan datang yang namanya KEMUDAHAN"

5. Tidak ada cara mendidik paling baik selain memberikan TELADAN TERBAIK.

Renungan Murabbi...