Senin, 12 Agustus 2013

Pengurus LDK seharusnya eksklusif?

Menanggapi pernyataan Bpk. Robby, sebagai SCDC Manager merangkap sebagai Dewan Penasehat dalam struktural organisasi LDK MT Al-Khawarizmi yang menyatakan bahwa pengurus dakwah – rohis seharusnya bersifat eksklusif, bersifat khusus, terpisah, tidak disamaratakan dengan semua kalangan, ada benarnya.

Artinya, sebuah 'label' pengurus seharusnya diberikan hanya kepada mereka-mereka yang memenuhi kriteria tertentu, kriteria yang memang diperlukan untuk keberlangsungan sebuah pergerakan dakwah. Kriteria yang biasanya, terpenuhi oleh mereka-mereka yang telah melewati masa-masa pembinaan yang tidak sebentar, mengambil manfaat darinya, dan berkembang karenanya, yaitu tarbiyah. Dan tarbiyah yang berarti pembinaan atau pendidikan lah yang menjadi salah satu ukuran terpenuhi atau tidaknya kriteria tersebut, dan layak atau tidaknya seseorang itu menjadi pengurus dakwah. Tarbiyah yang dengannya mampu membina akal dan jiwa seseorang, serta mematangkan pemahaman sehingga mampu mentransformasi seseorang menjadi individu yang siap dipercayakan amanah dakwah.

Ya, menurut ana, hal ini menjadi sebuah konsep penting yang memang perlu kita perhatikan, mengingat kebesaran dakwah hanya bisa dicapai, jika dan hanya jika pengusung-pengusungnya bergerak dilandasi dengan pemahaman yang baik terhadap hakikat dan tujuan dari dakwah itu sendiri, sebuah pemahaman yang dapat diperoleh melalui jalur tarbiyah, sehingga nantinya mampu mengoptimalkan dedikasi juga kontribusi mereka terhadap peran dakwah apapun yang akan dilakoninya. 

Mencoba menelisik kembali realita dari medan dakwah, yang kita ditakdirkan berada di dalamnya, maka disini kita dapati kondisi yang cukup berbeda dibandingkan dengan kondisi medan-medan dakwah ‘tetangga’ yang ada diluar sana. Ya, kondisi kaum muslimin disini yang masih sangat 'prematur', kurangnya pemahaman terhadap konsepsi dakwah dalam bingkai organisasi, sehingga menjadi sebuah tantangan yang perlu kita jawab dengan segera. Kondisi kaum muslimin yang notabene menjadi objek dakwah yang perlu kita sadari bahwa merekalah yang nantinya akan menjadi penerus dakwah yang kita jalani saat ini, mengharuskan kita,  untuk menetapkan pola-pola tarbiyah selama masa pra-dakwah untuk mereka. Membina, mendidik, dan memahamkan mereka, sebelum dakwah, dan untuk dakwah.

Mencoba mengkritisi metode perekruitan kita yang selama ini nampak di penglihatan, sebuah kritik yang boleh jadi benar namun tidak menutup kemungkian untuk salah. Ana melihat, metode perekruitan yang selama ini kita lakukan masih cenderung tidak terarah dan agak sedikit serampangan. Tidak terarah yang berarti, tidak adanya hubungan input-output yang jelas juga tegas antara agenda yang satu dengan agenda yang lain. Adapun serampangan berarti, merekruit dengan sangat bebas dan asal saja. Kecenderungan kita yang selama ini merekruit secara bebas pengurus, dengan mind-set "yang penting ada yang mendaftar, sudah syukur!", menjadi persoalan yang cukup pelik. Tidak mematok kriteria-kriteria khusus bagi mereka calon pengurus pun akhirnya menjadi masalah. 

Perkara ini menjadi cukup beresiko, mengingat kedepannya mereka-mereka inilah yang akan mempengaruhi kekuatan barisan dakwah kita, agenda-agenda dakwah kita, kepanitiaan  yang  berlangsung, jika kita merekuit secara asal saja, sangat beresiko jika mereka yang terekruit adalah mereka yang memang tidak siap secara pemahaman dan mental, maka akan melemahkan kekokohan barisan dakwah kita yang biasanya tercermin dalam kepanitiaan yang berlangsung, dan biasanya hal ini semakin diperparah lagi dengan ukhuwah yang sedemikaan rapuh, karena memang diisi oleh orang-orang yang tidak se-kufu, tidak sama standar pemahaman dan penghayatannya terhadap dakwah, sekalipun agenda dakwah dapat terlaksa dan berakhir dengan sukses, biasanya disebabkan kerja keras segelintir orang saja, bukan kerja jama'ah, yang terluka karena berjuang di jalan Allah, hanya dia dan dia saja. Pokok masalahnya adalah, kembali kepada lemahnya pemahaman yang ada dari masing-masing individu yang berada di barisan dakwah tersebut.

Ya, memang sangat banyak kriteria-kriteria yang perlu dipenuhi oleh kader-kader dakwah; komitmen terhadap islam, loyalitas terhadap ldk, pemahaman dakwah yang mumpuni, kemampuan manajemen organisasi, kecakapan komunikasi, yang semuanya memang diperlukan agar pergerakan dakwah ini dapat di-operasikan dengan baik dan berdampak sedemikian hebat terhadap lingkungan kampus.

Muncul sebuah pertanyaan, "Kalau terlalu ketat mematok kriteria seperti itu, khawatir tidak ada yang terpenuhi untuk menjadi pengurus dong?" Ya yang perlu dievaluasi itu bukan kriteria-kriteria yang ditetapkannya, tapi persiapan yang sudah kita lakukan untuk memantaskan mereka dengan kriteria-kriteria yang memang dibutuhkan. 

Ya, ana rasa, hal ini menjadi diskursus yang perlu kita ketengahkan untuk kemudian kita cari solusinya bersama. Biidznillah, yakin, selama apa yang kita lakukan disini kita orientasikan untuk mendapatkan keridhoan Allah, pasti akan ada jalan keluarnya. Wa man yattaqillah, yajhal lahu makhroja…

Wallahu a’lam