Alhamdulillah, tepat
pada hari ini, ana mendapatkan pencerahan yang luar biasa tentang makna
dari menuntut ilmu bagi seorang muslim, sebuah pencerahan yang didapat melalui
forum kajian kecil bersama saudara/i satu LDK, pada acara PIKSEL (Pelatihan Kaderisasi dan Ilmu Keislaman) MT'14, bagi ana, ini bukanlah sekadar kajian
biasa yang ada pada umumnya, karena kajian kali ini mengangkat sebuah tema yang
cukup berhasil mencuri perhatian hidup ana akhir-akhir ini, ya, sebuah tema tentang Islam dan Peradaban,
sebuah tema yang mampu menakjubkan wawasan, ditambah lagi pada kajian kali ini mengundang
pemateri yang nampaknya paham betul tentang jalannya peradaban yang sudah
tercatat dalam sejarah hidup umat manusia, khususnya umat Islam.
Adalah Ustadz
Noorahamat, narasumber pada materi kali ini yang berhasil membuat takjub
seluruh peserta yang mendengarkan pemaparan beliau tentang peradaban
prestisius yang berhasil dicapai oleh
umat Islam terdahulu, yaitu peradaban ilmu. Dengan gaya pemaparannya yang khas
dan sangat intelek, ustadz yang merangkap sebagai seorang ilmuwan dan peneliti dalam
bidang Astronomi Fisika ini, mampu menguraikan hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik
dari setiap peristiwa sejarah yang terjadi, sepanjang perjalanan peradaban islam
dalam bidang sains dan teknologi. Pemaparan beliau tentang motivasi untuk berprestasi
yang dimiliki oleh ilmuwan-ilmuwan muslim terdahulu, sangat memuaskan logika
berpikir mahasiswa.
Pada kesempatan
kali ini, melalui tulisan yang sangat sederhana, ana ingin mencoba berbagi pencerahan
dan pelajaran yang ana dapatkan dari kegiatan ini, kepada akhi/i yang mungkin berhalangan hadir pada kesempatan
tadi, disamping juga ingin coba mengikat kembali pengalaman dan pemahaman yang
didapat, melalui sebuah tulisan. Dengan menguraikan kembali kata-kata hikmah yang
ana dapat dari beliau melalui catatan kecil yang ana buat, semoga, setiap ilmu
yang mengalir dari lisan beliau, bisa tersampaikan pula kepada antum semua
disini, sehingga menjadi mata rantai, yang membawa energi-energi positif untuk
menjalankan kehidupan kita kedepan, kehidupan yang menceritakan sebuah perjalan
panjang, tentang mahasiswa penuntut ilmu yang senantiasa gigih dalam belajar,
guna menyusun kembali batu-bata peradaban. Semoga bermanfaat.
Perintah Al-Qur’an yang Mengubah Peradaban: IQRO !
Tradisi belajar
sejatinya sudah mulai terbentuk dalam kehidupan umat Islam terdahulu, sejak
diutusnya Rasulullah Saw. kepada umat manusia di muka bumi oleh Allah Swt. untuk
menyampaikan risalah agama Islam. Jauh 14 abad yang lalu, umat ini sudah mengenal betul arti dan makna dari aktivitas belajar, sehingga kita dapati disana bahwa menulis, membaca dan mengajar, itu semua menjadi karakteristik dari peradaban mereka.
IQRO ! Merupakan
wahyu pertama yang sampai pada umat ini, sebuah wahyu Allah yang berhasil
menggoncang peradaban umat manusia pada saat itu, merubah wajah peradaban
dengan motivasi ilmu yang dibawanya. Wahyu ini mengajarkan satu hal penting
kepada kita semua bahwa untuk membangun sebuah peradaban yang mulia, dimulai
dengan membangun tradisi membaca (iqro), tradisi belajar. Bukan! Bukan perintah
Ittaqillah ! Perintah untuk bertaqwa yang merupakan inti
dari ajaran islam , yang pertama kali disampaikan Allah Swt. kepada
kita semua umat manusia, bukan pula perintah Usjud ! Bersujudlah ! Atau Aamin ! Berimanlah! Bukan akhi… ukhti… Tapi
perintah IQRO ! bacalah, bacalah dan bacalah. Mengapa? Karena
dengan membaca, dimulai dari membaca pada hari ini, maka hari esok, kita akan
menjadi sosok hamba yang bertakwa, bersujud, dan beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka IQRO
!
Adalah kondisi
bangsa arab pra-islam pada saat itu sangat terbelakang baik dari aspek moral, agama, sosial
hingga aspek intelektual. Seringkali praktik-praktik kebiasaan jahiliyah masih
mereka budayakan, dan itu dianggap hal yang lumrah dalam pandangan mata mereka. Dari
aspek agama, kita dapati mereka sering kali berkomat-kamit, memohon doa didepan
patung berhala yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri, mengundi nasib, meminta petunjuk paranormal,
ahli nujum dan sebagainya. Dari aspek sosial maka kita akan dapati gambaran
yang begitu keji dan hina, baik dalam masalah pernikahan, perzinahan, penguburan hidup
anak perempuan yang semuanya itu bermuara pada pandangan bahwasannya perempuan
adalah makhluk yang hina, yang rendah derajat sosialnya ditengah masyarakat, perjudian, minum khamr dan praktik-praktik kejahiliyahan lainnya yang cukuplah bagi kita menyerupakan
bangsa ini, selayaknya noktah hitam di
tengah peradaban. Na’udzu billah.
Bangsa ini
berada di tengah himpitan dua imperium besar, dua peradaban adidaya yang memegang
roda kepemimpinan peradaban dunia saat itu, yakni peradaban Yunani dan Romawi. Keterbelakangan
Bangsa arab, sejatinya berada diantara dua peradaban yang secara faktual sudah
mampan dalam segi ilmu pengetahuan. Dua peradaban ini memiliki karakteristik
ilmu pengetahuan yang begitu kentara perbedaannya. Yunani, merupakan sebuah
peradaban yang begitu maju dalam bidang ilmu filsafatnya. Peradaban ini
berhasil melahirkan filsuf-filsuf besar seperti Plato, Aristoteles dan Socrates
yang buah-buah pemikiran filsafatnya, menunjukan bahwasannya bangsa ini sangat
senang berwacana dalam permainan logika, mereka sangat takjub dengan daya pikir
manusia, sehingga berfikir dan berfikir, lalu mengeluarkan produk pemikiran, adalah
karakteristik peradaban mereka. Adapun Romawi, merupakan peradaban yang unggul akan
pemahamannya terhadap ilmu pembangunan dan mekanika, sehingga kita dapati kemegahan
bangunan-bangunan besar peninggalannya, masih bisa kita saksikan hingga saat ini. Mereka
sangat senang sekali bekerja untuk mendirikan bangunan, sebagai langkah
pencitraan bagi peradaban mereka. Kerja dan bekerja, adalah karakteristik bagi peradaban
mereka.
Dalam kondisi
seperti itu, maka…. DAAAR !! Turunlah sebuah perintah yang berhasil mengubah
cerita peradaban saat itu: IQRA ! Kondisi
menjadi berubah, bangsa arab yang kaya akan praktik-praktik kejahiliyahannya,
kemudian tampil menjadi sebuah bangsa, yang mampu mengambil alih laju roda
peradaban. Perintah itu, mampu merubah sebuah peradaban yang semulanya hina,
menjadi peradaban yang penuh dengan kemuliaan, peradaban ilmu. Wallahu a’lam.
IMAN DAN PERADABAN CAHAYA
Sejauh ini, penulis
yakin bahwa pembaca pasti mengenal beberapa nama Ilmuwan yang pernah ada dalam dunia
sains dari barat, sebut saja ilmuwan kaliber seperti Galileo Galilei, Nicolas
Copernicus, Isaac Newton, Charles Darwen, Albert Einstein dan sebagainya. Atau
dalam dunia sosial mungkin kita tidak asing lagi dengan nama August Comte, yang
dikenal sebagai bapak sosiologi, Herbert Spencer, Immanuel Kant, Rese
Descartes, dan sederat nama lainnya yang pernah bahkan sering kita dengar pada
masa-masa sekolah dulu, hingga berhasil membentuk mindset kita pada waktu itu, bahwa
peradaban ilmu hanya terjadi di tanah eropa,
hanya terjadi, penulis sampaikan dengan bahasa ini, karena memang porsi
informasi yang disampaikan kurikulum pada waktu itu tidak bersifat adil, sehingga
kita semua luput, bahwasannya jauh sebelum peradaban itu, ada suatu peradaban
yang berhasil dibangun oleh umat Islam, peradaban yang sangat prestisius, peradaban
yang begitu gemilang, atau penulis lebih senang menyebutnya sebagai, peradaban
cahaya.
Terdapat nama seperti
Ibnu Sina (kedokteran), Al-Biruni (fisika), Al-Khawarizmi (matematika), Al
Jazari (robotik), Al-Abbas (kejiwaan), Ibnu Rusyd (filsafat), ibnu firnas
(penerbangan) dan sederat nama lainnya yang menjadi tokoh sentral dalam
peradaban itu. Masing-masing dari mereka mengambil peran dalam membangun
peradaban cahaya. Sebuah peradaban yang menjadi pionir peradaban kemuliaan, yang berhasil mengintegrasikan aspek pemikiran
dan kerja yang sudah ada sebelumnya dengan sangat harmonis. Peradaban yang telah
sampai pada pencapaian yang mampu membuat mata para ahli sejarah masa kini
terbelalak. Sebuah pencapaian yang beranjak dari sebuah motivasi keimanan, atau
kesadaran vertical dan horizontal, itu bahasa yang dipakai
Ustadz Noorahmat untuk menggambarkan pemahaman mereka terhadap Islam. Berawal
dari motivasi keimanan, mereka bisa sampai pada peradaban cahaya, sehingga
peradaban yang berada disekitarnya pun merasa iri, seraya berkata, “Kok peradaban itu bisa terang sih?"
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ
خَلِيفَةً
قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ
الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي
أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Pemahaman mereka
terhadap surat al-Baqarah ayat 30 diatas menyadarkan peran mereka yang menjadi salah
satu komponen dalam alam semesta ini, adalah sebagai khalifah, pemimpin atau
pengelola. Alam semesta atau pada ayat tersebut menggunakan istilah al-Ardh,
mencakup di dalamnya tentang bumi, dan juga langit. Mereka berfikir, kalau
memang alasan mereka diciptakan di muka bumi sebagai khalifah untuk
memberdayakan apa yang ada di langit dan di bumi, maka kita pasti mampu
menjangkau, meraih dan mengelola keduanya,
but
how? Lihat, bermula dari perenungan sebuah ayat, berhasil memacu akal
mereka untuk berfikir, pada fase ini, bibit-bibit tradisi berfikir, sudah mulai
tampak bagi peradaban ini.
Pada fase
selanjutnya, maka kita dapati terobosan luar biasa dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan, katakanlah ibnu sina yang berhasil mengkodifikasi ilmu kedokteran
dalam sebuah buku yang sangat fenomenal dalam sejarah kedokteran hingga saat
ini,
Qanun fii Ath-Thiib atau
Canon of Medicine, yang semua pencapaian
itu beliau mulai, dengan keyakinan teguh atas informasi Rasulullah Saw. Bahwasannya
tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya ! Kita beralih dalam bidang
matematika sekarang, siapa yang tidak mengenal Al-Khawarizmi ? Terlalu kalau
sampai tidak kenal. Hhe. Ilmuwan muslim yang membidangi ilmu matematika dan
astronomi ini, digadang-gadang dikenal juga sebagai bapak algoritma.
Beberapa pencapaian yang berhasil
dilakukannya dalam bidang matematika adalah, beliau berhasil menemukan rumusan
trigonometri:
sin, cos dan
tangen. Menemukan angka nol, dan yang
membuat saya takjub adalah ternyata bilangan arab (0, 1, 2, 3, dst.) merupakan
pencapaian hebat beliau, yang manfaatnya bisa kita rasakan saat ini dalam ilmu
hitung. Ketahuilah ! Penemuan beliau tentang bilangan arab tersebut, berangkat
dari ketaatan beliau untuk menjalankan perintah agama Islam, terkait hukum
mawaris/ warisan yang saat itu sangat
sulit jikalau dilakukan dengan perhitungan angka romawi (I, II, III, IV, V,
dst) yang sudah ada sebelumnya. Dan pencapaian-pencapaian luar biasa lainnya
yang tercatat dalam sejarah, yang tidak mungkin penulis uraikan semua di
tulisan sederhana ini.
Ikhwah fillah,
inilah peradaban kita, peradaban umat Islam, peradaban cahaya yang berhasil
diperjuangkan oleh teladan kita semua, Rasulullah Saw. Beliaulah sosok perombak
peradaban, yang namanya berhasil menempati posisi nomor 1 sebagai sosok yang
sangat berpengaruh dalam sejarah kehidupan manusia. (Michael H. Hart, Sejarawan
Barat yang Bersikap Objektif). Beliau adalah seorang nabi bagi umatnya,
pemimpin di negaranya, ayah dan suami di keluarganya, pendidik bagi para
sahabatnya, komandan perang bagi bala tentaranya yang semua peran itu berhasil
dijalankan harmonis oleh beliau, sehingga beliau tampil menjadi sosok yang
patut diteladani dan diperhitungkan bagi peradaban. Allahumma sholli wa sallim ‘alaih. Sampaikanlah salam cinta kami,
kepadanya. Allahumma Aamiyn.
Sebagai penutup
dalam tulisan ini, penulis ingin sampaikan kata-kata inspiratif dari Ustadz Noorahmat
yang sempat terdengar oleh telinga dan mampu meneguhkan keimanan dan kebanggaan
terhadap agama ini.
“Jadilah sosok-sosok manusia, yang tidak
hanya sekedar berfikir bagaimana caranya kita bisa sampai pada syurganya Allah,
namun berfikirlah bagaimana kita bisa sama-sama membangun syurga di bumi ini
dengan ilmu pengetahuan, sehingga kita kelak, layak masuk syurganya Allah yang
jauh lebih indah, dari apa yang sudah kita ciptakan di bumi.”
“Belajarlah, dan berkaryalah, karena hidup
ini hanya sebentar, maka jadilah bermanfaat dengan berkarya.”
“Persepsikanlah Al-Qur’an sebagai bukan
sekadar buku-buku yang mengajarakan kita tentang bagaimana cara beribadah
kepada Tuhan saja, tapi persepsikanlah al-Qur’an sebagai buku yang
mengkodifikasi berbagai ilmu pengetahuan, guna membangun peradaban.”
Akhukum filllah.