Rabu, 24 Juli 2013

Catatan Dakwah: Ramadhan 1434 H

Kata-kata mutiara yang tersampaikan melalui lisan-lisan dan tulisan-tulisan kader dakwah MT Al-Khawarizmi, dalam perjuangan dakwahnya di Bulan Ramadhan 1434 H,
Love in PARIS (Pariwisata Ramadhan Islam):

“Keberhasilan bukan semata-mata karena usaha kita, tapi karena pertolongan Allah, pertolongan Allah Swt. sadari kembali hakikat perjuangan kita di sini adalah tentang perjuangan untuk menegakkan Islam di kampus kita.. dan mencari keridhoan-Nya…”

“Tak ada waktu untuk bersantai karena kewajiban lebih banyak dari waktu yang kita punya, Allahumma yassir wa laa tu’assir”

“Jangan lupakan target amalan-amalan Ramadhan kita, tilawah, tahajud, dhuha, hafalan, dll… karena sejatinya kalaupun antum di kepanitiaan ini sampai jatuh bangun berdarah2, kalau amalannya kosong, semangat antum tidak akan bertahan lama… karena ruhnya tidak ada… karena semua berawal dari sini…”

“Jaga ukhuwah, aplikasikan 3 rukunnya (ta’aruf, tafahum dan takaful)”

“Jangan sekali-kali jadikan proker sebagai rutinitas, karena ketika kita sudah menjadikan proker sebagai rutinitas itu bahaya… tidak ada ghirohnya sama sekali”

“Dan semua tergantung kepada niat teman2, mari niatkan ini semua karena Allah…”

“Sejatinya mereka (musuh2 kita) yang memperjuangkan kemunafikan dan makar kejahatan itu tidak akan pernah tidur sampai kita mengikuti mereka, mereka sangat action totalitas terhadap jalan mereka… kita seharusnya yg memperjuangkan jalan kebenaran harus lebih semangat dan totalitas dari mereka…”

“Kita selain aktivis dakwah, juga adalah hamba Allah Swt. jadi tolong jangan lupakam amalan2 yang seharusnya kita lakukan di bulan Ramadhan!”

“Tetap semangat ikhwah, perjuangan menjadi insan yang bertaqwa jangan berkurang…”

“Dakwah adalah totalitas, apapun yang terjadi, tidaklah menjadi alasan bagi kita untuk berhenti dalam dakwah ini, berdakwahlah semampu yang kalian bisa!” 

Andai perjuangan ini mudah, pasti ramai yang menyertainya. ANdai perjuangan ini singkat, pasti ramai yang istiqomah. Andai perjuangan ini menjanjikan kesenangan dunia, pasti ramai yang tertarik kepadanya. Tapi hakikat perjuangan bukan begitu. Turun naiknya. Sakit pedihnya. Umpama kemanisan yang tidak terhingga – Hasan al Banna.

“Mari kita kerahkan segala asa yang kita miliki. Jangan pernah ragu untuk berbuat kebaikan di bulan yang penuh berkah ini, ada Allah yang Maha melihat.”

“5 Bekal Aktifis Dakwah: (1) Pantang mengeluh, (2) Pantang sia-sia, (3) Pantang menjadi beban, (4) Pantang kotor hati, (5) Pantang berkhianat”

“Jangan pernah merasa sendiri dalam menjalankan amanah dakwah ini, sampai-sampai kita lupa bahwasannya Allah bersama kita…”

“Tetaplah saling menguatkan dikala yang lain mulai rapuh…
Tetaplah saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran…
Tetaplah saling memaafkan tatkala lisan ini sering menyakiti…
Dan ketika masalah menghampiri, bicarakanlah dari hati ke hati agar menghadirkan solusi..”

“Tetap Istiqomah & always keep in al jama’ah…”

Allahu Akbarr  !!!


Catatan Kader Dakwah MT,

21 Juli 2013/ 13 Ramadhan 1434 H

Selasa, 16 Juli 2013

Tadabbur al-Qur'an

"Namanya juga tadabbur, melihat sesuatu dari sesuatu dan kepada akibat-akibatnya yang paling jauh. Yang mau mikir ini biasanya yang punya konsep dan pola pikir.(Ust. Bachtiar Nasir, Lc)"

Apa perbedaan tadabbur dan tafsir?
Tadabbur bisa dilakukan oleh siapa saja, sementara tafsir hanya bisa dilakukan oleh seorang mufassir. Orang berhak mengamalkan al-Qur'an sesuai dengan tingkat pengetahuannya. Tapi tidak boleh mereka men-tadabburi al-Qur'an sebelum mempelajari tafsir.

Maksud Anda?
Jadi sebelum men-tadabburi sebuah ayat al-Qur'an, peserta saya wajibkan untuk membaca ayat yang ditafsirkan dengan ayat, ayat yang ditafsirkan dengan Sunnah, tafsir ayat menurut Sahabat dan Tabi'in, dan juga pendapat para pakar di bidangnya. Setelah itu barulah pendapat kita masing-masing. Tidak boleh baru baca terjemahan al-Qur'an sudah berani improvisasi tadabbur al-Qur'an.

Mengapa Anda lebih fokus untuk menyajikan tadabbur al-Qur'an ke tengah umat Islam?
Titik akhir dari seseorang mempelajari al-Qur'an adalah bagaimana bisa mengamalkan setiap ayat yang ada dalam al-Qur'an, walau dengan tingkat pengetahuan yang tidak terlalu tinggi. Sekarang ini banyak orang yang mempelajari tafsir hanya sampai pada tingkat afektif, berkutat kosakata, dan keilmiahan. Terutama setelah meluas pemikiran hermeunetika dan gencarnya sekulerisme. Andaikan saya menghabiskan waktu untuk berdiskusi tentang hal ini, wah umat akan kewalahan.

Atas dasar itu saya fokus di tadabbur, karena bagi saya setiap orang itu berhak melihat al-Qur'an dari sudut pandangnya. Tidak mesti kalau saya jadi pengajar tadabbur, lantas lebih benar dari mereka. Namun yang mesti diingat, orang yang mempelajari tadabbur harus sungguh-sungguh, bisa membaca al-Qur'an, dan membaca tafsir yang saya sebutkan tadi. Peserta tadabbur juga saya berikan modul yang isinya empat tafsir tadi.

Tafsir apa yang Anda gunakan dalam modul tersebut?
Yang saya masukan dalam modul itu nyontek semuanya. Tafsir Qur'an bil Qur'an saya nyontek dari Tafsir 'Adwaul Bayan karya Ahmad al-Badawi asy-Syinqithi. Tafsir bi Sunnah saya ambil dari Ath-Thabari dan Ibnu Abbas. Lalu Asbabun Nuzul, saya nyontek dari Al-Wahidi. Sementara, untuk kosa kata saya nyontek dari Al-Ashbahani dan Bil Qaini. Jadi saya tidak membuat yang baru, hanya menyontek dari kitab-kitab tersebut.

Selanjutnya, saya yang akan berimprovisasi sendiri.

Improvisasi bagaimana yang Anda lakukan?
Saya selalu mengaitkan dengan konteks kekinian, walaupun saya tidak bisa jamin persis. Tadabbur yang saya kembangkan di lapangan sebetulnya secara data itu nyontek 100 persen dari tafsir klasik. Kemudian, saya meminta kepada peserta untuk mengeksplorasi, apa pendapat kekiniannya setelah saya install data-data klasik.

Misalnya?
Setiap orang berhak untuk men-tadabburi sebuah peristiwa dikaitkan dengan al-Qur'an. Misalnya saya tanya Dekan Fakultas Geologi ITB, "Apa pendapat antum tentang bencana alam kalau dikaitkan dengan al-Qur'an?" Dia bilang, "Tidak adil Allah kalau Allah nggak bikin bencana di era sekarang, akan habis sumberdaya alam, dan anak cucu kita bisa-bisa tidak kebagian apa-apa." Itu tafsir menurut orang geologi.

Kabarnya Anda juga membawa para peserta ke tempat terjadi bencana hanya untuk mentadabburi ayat-ayat bencana?
Ya, di sana kita melakukan tadabbur al-Qur'an, sekaligus amaliyah. Biasanya kalau dekat, kita pakai bis rombongan kesana. Motivasinya, kita melihat ayat-ayat Allah, bagaimana Allah menunjukkan kekuasaannya yang berbeda dari ketenangan biasanya. Namun kesana tidak hanya iba-iba dan belajar. Harus ada aksi yang dilkaukan. Biasanya aksi yang kita lakukan selama 3 bulan.

Mengaa Anda merasa perlu mengajak peserta mempunyai kepedulian terhadap sesama dengan melakukan amaliyah tadi?
Kalau kita ambil perkataany Abu Darda bahwa tadabbur itu bukan hanya mengerti huruf per huruf, tapi mesti muncul dalam amal. Amal itulah bentuk tadabbur. Ibnu Qayyim juga menekankan bahwa tadabbur itu harus sampai pada tingkat implementasi.

Kalau kita kembali pada zaman Sahabat, generasi al-Qur'an terbaik, saya temukan para Sahabat itu (kalau men-tadabburi al-Qur'an) mulai dari cara baca yang benar, (menelaah) hukum-hukumnya, sampai mereka bertanya bagaimana mengimplementasikannya.