Minggu, 28 April 2013

Menjemput Ilmu: Mutiara Kemuliaan

Menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Sebagaimana hal ini kita ketahui menjadi pesan langsung dari Rasulullah Saw. kepada setiap umatnya, yang tujuannya tidak lain ialah agar umat Rasulullah menjadi orang-orang yang cerdas pemikirannya, kuat pemahamannya dan luas dalam memandang kehidupan yang sedang dijalaninya. Tanpa ilmu maka kehidupan seorang muslim akan terasa begitu sempit dan begitu rumit.

Kewajiban tersebut seharusnya menjadi alasan kuat untuk kita agar senantiasa bersemangat dalam menuntut ilmu, bersungguh-sungguh dan bekerja keras untuk bisa memperolehnya. Memiliki motivasi yang kuat harus menjadi kebutuhan dasar atau bahkan karakter yang menjadi ciri khas bagi para penuntut ilmu dimanapun ia berada. Ada sebuah kisah menarik terkait hal ini yang mana di dalamnya tersimpan beberapa ibroh atau pelajaran. Suatu hari Harun Ar-Rasyid, seorang khalifah terkenal dalam sejarah Islam meminta Imam Malik untuk bisa datang ke istananya, harapannya agar anak-anak yang ada di istananya bisa memperoleh pelajaran kitab hadits terkenal Al-Muwaththo’ langsung dari pengarangnya, yaitu Imam Malik sendiri. Namun ternyata Imam Malik menolaknya, seraya berkata, “Semoga Allah menjayakan Amirul Mukminin. Ilmu itu datang dari kalangan kalian (kalangan keluarga Nabi). Jika kalian memuliakan ilmu, maka ia menjadi mulia. Jika kalian merendahkannya, maka ia menjadi hina. Ilmu itu harus didatangi, bukan mendatangi.”

Setelah mendengarkan pernyataan itu Sang khalifah langsung menyuruh anak-anaknya untuk datang langsung ke masjid dimana biasanya Imam Malik mengajarkan rakyat, hingga kemudian Imam Malik berkata, “Tak apa, silahkanlah datang tapi jangan sampai kalian melangkahi bahu jama’ah, duduklah di posisi dimana saja yang lapang bagimu.”

Kisah ini sejatinya telah terjadi jauh ribuan tahun yang lalu dari saat ini kita hidup, kejadian yang didalamnya terdapat pelajaran bagi para penuntut ilmu, ada kaidah-kaidah penting yang perlu dipahami oleh setiap mereka yang berkeinginan untuk mendapatkan ilmu. Betapa mulia perkataan Imam Malik, “Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi!” mampu menyadarkan kita bahwa seorang penuntut ilmu haruslah bangkit dan bergegas untuk menuju tempat dimana ilmu itu berada, ilmu itu teramat mulia, teramat mulia sehingga tidak pantas baginya untuk datang menghampiri kita sebagai penuntut ilmu, sedangkan kita hanya duduk-duduk manis didalam rumah menunggu ilmu itu datang kepada kita, tidak. Dia harus dijemput, didatangi dan dimuliakan. Seorang penuntut ilmu, tidak selayaknya bersantai-santai di dalam rumah, ia harus keluar, bergegas, penuh semangat, dan tegas ketika melangkahkan kakinya menapaki setiap jalan-jalan yang mengantarnya kepada ilmu. Seorang penuntut ilmu harus menempuh jalan yang panjang, siap menghadapi setiap rintangan yang akan menghadangnya selama di perjalanan, ia harus merasakan teriknya matahari, padatnya manusia, basahnya peluh, dan bisingnya kehidupan. Penuntut ilmu memang harus berlelah untuk mendapatkan sesuatu yang berharga, sesuatu yang sangat mulia yaitu ilmu, yang mampu menjadi pelita bagi kehidupannya.  Dan ini semua tidak dapat dilalui tanpa motivasi yang kuat dan semangat yang menyala-nyala.

Disamping itu, ada lagi kaidah yang bisa kita dapatkan dan kemudian kita amalkan dari kisah diatas. Suatu kaidah yang dengannya mampu menjaga semangat seorang penuntut ilmu agar tetap konstan atau bahkan bertambah hingga mampu melejitkan potensi yang ada dalam dirinya. Dengan penuh kerendahan Imam Malik berkata, “Tak apa, silahkanlah datang tapi jangan sampai kalian melangkahi bahu jama’ah, duduklah di posisi dimana saja yang lapang bagimu.” Perkataan yang penuh bijaksana, dan mampu menguraikan hikmah yang begitu bermanfaat. Disini kita dapati sebuah pesan dari Imam Malik kepada para penuntut ilmu, agar ia senantisasa menjaga hatinya, tidak merasa tinggi dalam melihat dirinya, seorang penuntut ilmu harus bersikap tawadhu’ merendahkan hatinya agar ia mampu memperoleh kebermanfaatan dari mutiara ilmu. Tidak boleh membiarkan sifat sombong menjangkiti hatinya, sifat yang mampu mematikan api semangat belajarnya. Sudah merasa tinggi dan merasa cukup, sehingga ada perlambatan atau bahkan perhentian yang terjadi dalam dirinya dalam proses menuntut ilmu. Na’udzubillahi min dzalik !


Allahul musta’an. Kita sama-sama berdoa, semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam menuntut ilmu-Nya, Aamiin.

Ma'an Najah fil Imtihan...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar